• Bm7
    Terima kasih sudah berkunjung xD
Home » » Teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan

Teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan

Jumat, 30 Maret 2012

Teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan

DISKRIPSI
Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran dalam perenungannya akan menemukan tiga bentuk eksistensi,yaitu Agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Agama mengantarkan pada kebenaran,dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran.
Filsafat dipahami sebagai suatu kemampuan berpikir dengan menggunakan rasio dalam menyelidiki suatu obyek atau mencari kebenaran yang ada dalam menyelidiki suatu obyek atau mencari kebenaran yang ada dalam obyek yang menjadi sasaran. Kebenaran itu sendiri belum pasti melekat dalam obyek. Terkadang hanya dapat dibenarkan oleh persepsi-persepsi belaka,tanpa mempertimbangkan nilai-nilai universal dalam filsafat.
TEORI KEBENARAN
Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam tulisannya yang berjudul Hakikat Dasar Keilmuan, ilmu merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Ilmu membatasi ruang jelajah pada kegiatan pada daerah pengalaman manusia.Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap geala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusi lewat panca inderanya.
Secara Epistimologi, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, Yakni pikiran dan indera. Epistimologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris.Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan keenaran.
Ilmu, dalam menemukan kebenaran, menyandarkan dirinya kepada criteria atau teori kebenaran antara lain : (i) Koherensi (ii) korespondensi (iii)positivitik (iv)pragmatik (v)esensialisme (vi)konstruktivisme dan (vii)religiususme.
(i).Koherensi
Koherensi merupakan teori kebenaran yang menegaskan bahwa suatu proposi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat, kejadian, atau informasi) akan diakui sahih/dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga shahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika.
(ii).KORESPONDENSI
Korespondensi merpakan teori kebenaran yang mengatakan bahwa suatu pengetahuan itu sahih apabila proporsi bersesuaian dengan realitas menjadi obyek pengetauhan itu. kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan kepastian inderawi.
(iii).Positivisme
Positivisme dirintis oleh august Comte (1798-1857),yang dianggap sebagai bapak ilmu sosiologi Barat. Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains.
(iv).Pragmatisme
Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang berdasarkan diri kepada kriteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu.
(v).Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme.
(vi).Kontruksivisme
Teori Kontruksivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.Kontruksivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dillui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
(vii).Religiusisme
Teori Religiusisme memaparkan bahwa manusia bukanlah semata-mata makhluk jasmaniah, tapi juga makhluk rohaniah. Oleh karena itu,muncullah teori religius ini yang kebenarannya secara ontologis dan axiologis bersumber dari sabda Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
RINGKASAN
Dari penjelasan diatas,kita dapat menarik kesimpulan bahwa manusia sebagai makhluk pencari kebenaran akan menemukan tiga bentuk eksistensi, yaitu agama, Ilmu pengetahuan, dan filsafat. Agama mengantarkan pada kebenaran dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran. Sedangkan ilmu pengetahuan pada hakekatnya adalah kebenaran itu sendiri,karena manusia menuntut ilmu dengan tujuan mencari tahu rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi menjadi misteri.
Secara pasti, tidak ada kebenaran yang absolut didunia ini. Kebenaran dan kesesatan ilmu pengetahuan itu sendiri tergantung kepada kita yang berusaha mencari tahu dengan menggunakan metode kriteria kebenaran yang terdidi dari koherensi, korespondensi, positivisme,pragmatisme,esensialisme,konstruktivisme,dan religiusisme.


.: Artikel Terkait :.

2 komentar:

Anonim at: 1 Juli 2012 pukul 23.29 mengatakan...

Problem hubungan agama dengan ilmu.

Sebelum kita berbicara secara panjang lebar seputar hubungan antara agama dengan ilmu dengan segala problematika yang bersifat kompleks yang ada didalamnya maka untuk mempermudah mengurai benang kusut yang terjadi seputar problematika hubungan antara agama dengan ilmu maka kita harus mengenal terlebih dahulu dua definisi pengertian ‘ilmu’ yang jauh berbeda satu sama lain,yaitu definisi pengertian ‘ilmu’ versi sudut pandang Tuhan dan versi sudut pandang manusia yang lahir melalui kacamata sudut pandang materialist.
Pertama adalah definisi pengertian ‘ilmu’ versi sudut pandang materialistik yang kita kenal sebagai ‘saintisme’ yang membuat definisi pengertian ‘ilmu’ sebagai berikut : ‘ilmu adalah segala suatu yang sebatas wilayah pengalaman dunia indera’,(sehingga bila mengikuti definisi saintisme maka otomatis segala suatu yang bersifat abstrak - gaib yang berada diluar wilayah pengalaman dunia indera menjadi tidak bisa dimasukan sebagai wilayah ilmu).faham ini berpandangan atau beranggapan bahwa ilmu adalah ‘ciptaan’ manusia sehingga batas dan wilayah jelajahnya harus dibingkai atau ditentukan oleh manusia.
Kedua adalah definisi pengertian ‘ilmu’ versi sudut pandang Tuhan yang mengkonsepsikan ‘ilmu’ sebagai suatu yang harus bisa mendeskripsikan keseluruhan realitas baik yang abstrak maupun yang konkrit sehingga dua dimensi yang berbeda itu bisa difahami secara menyatu padu sebagai sebuah kesatuan system.pandangan Ilahiah ini menyatakan bahwa ilmu adalah suatu yang berasal dari Tuhan sehingga batas dan wilayah jelajahnya ditentukan oleh Tuhan dan tidak bisa dibatasi oleh manusia,artinya bila kita melihatnya dengan kacamata sudut pandang Tuhan dalam persoalan cara melihat dan memahami ‘ilmu’ manusia harus mengikuti pandangan Tuhan.
Bila kita merunut asal muasal perbedaan yang tajam antara konsep ilmu versi saintisme dengan konsep ilmu versi Tuhan sebenarnya mudah : kekeliruan konsep ‘ilmu’ versi saintisme sebenarnya berawal dari pemahaman yang salah atau yang ‘bermata satu’ terhadap realitas,menurut sudut pandang materialist ‘realitas’ adalah segala suatu yang bisa ditangkap oleh pengalaman dunia indera,sedang konsep ‘realitas’ versi Tuhan : ‘realitas’ adalah segala suatu yang diciptakan oleh Tuhan untuk menjadi ‘ada’,dimana seluruh realitas yang tercipta itu terdiri dari dua dimensi : yang abstrak dan yang konkrit,analoginya sama dengan realitas manusia yang terdiri dari jiwa dan raga atau realitas komputer yang terdiri dari software dan hard ware.
Berangkat dari pemahaman terhadap realitas yang bersifat materialistik seperti itulah kaum materialist membuat definisi konsep ilmu sebagai berikut : ‘ilmu adalah segala suatu yang sebatas wilayah pengalaman dunia indera’ dan metodologi ilmu dibatasi sebatas sesuatu yang bisa dibuktikan secara empirik.
Ini adalah konsep yang bertentangan dengan konsep dan metodologi ilmu versi Tuhan,karena realitas terdiri dari dua dimensi antara yang konkrit dan yang abstrak maka dalam pandangan Tuhan (yang menjadi konsep agama) konsep ‘ilmu’ tidak bisa dibatasi sebatas wilayah pengalaman dunia indera dan metodologinya pun tidak bisa dibatasi oleh keharusan untuk selalu terbukti langsung secara empirik oleh mata telanjang,sebab dibalik realitas konkrit ada realitas abstrak yang metodologi untuk memahaminya pasti berbeda dengan metodologi untuk memahami ilmu material (sains),dan kedua : manusia bukan saja diberi indera untuk menangkap realitas yang bersifat konkrit tapi juga diberi akal dan hati yang memiliki ‘mata’ dan pengertian untuk menangkap dan memahami realitas atau hal hal yang bersifat abstrak.dimana akal bila digunakan secara maksimal (tanpa dibatasi oleh prinsip materialistik) akan bisa menangkap konstruksi realitas yang bersifat menyeluruh (konstruksi yang menyatu padukan yang abstrak dan yang konkrit),dan hati berfungsi untuk menangkap essensi dari segala suatu yang ada dalam realitas ke satu titik pengertian.

{ khaidar } at: 2 Juli 2012 pukul 21.26 mengatakan...

@Anonim : terimakasih telah berkunjung di blog saya ini...! :-)

Posting Komentar

Silahkan berkomentar asalkan tidak mengandung SPAM/SARA, jika komentar mengandng spam maka komentar tidak akan ditampilkan atau dihapus oleh admin blog ini. TERIMAKASIH

Facebook